BREBEG, kontibusi Partai Politik (Parpol) di desa Brebeg sangat besar. Itu terbukti dari berbagai kucuran dana yang di alokasikan di Desa brebeg yang dinamakan dana aspirasi partai, di antaranya untuk; dari makadam, turap jalan bahkan pengaspalan. Di setiap dusun di desa brebeg masing masing sudah merasakan dana tersebut. Dana bantuan tersebut sangat relatif, tergantung dari anggaran yang di dapatkan. Beberapa partai parpol yang kooperatif dengan desa brebeg diantaranya; Partai PDIP, Golkar, PKS, PPP, dan Demokrat (maaf jika ada yg blum tersebut). Dari masing masing parpol mempunyai cara tersendiri untuk mengucurkan dana tersebut. Sistem dan birokrasi setiap parpol sangat berfariatif. Salah satunya di dusun ciptosari dana aspirasi partai langsung ke lokasi berupa barang, antara lain; batu belah, semen, pasir dll. Ada juga salah satu parpol yang melewati pmerintah desa secara transparan dan prosedural.
Terdapat sistem yang abu abu di birokrasi, terkadang terlihat dan bahkan ksat mata. Hal itu mungkin di sebabkan beberapa hal, sperti sistem yang terkait antara perangkat desa, pengelola, pemerintah dan dari parpol itu sendiri. dan yang paling membudaya di wilayah cilacap adalah kalimat "talang ya teles" artinya adalah yang melaksanakan dan yang mengusulkan anggaran pastinya di beri beberapa pengertian berupa upah atau amplop. Secara sosial mungkin itu hal yang biasa atau orang sering menyebutkan budaya yang kontrafersi. Tapi secara prosedural tidak ada anggaran untuk hal tersebut, jika upah tersebut berlebihan maka akan merugikan masyarakat terkait dan akan mengurangi anggaran pelaksanaan.
Ada kelebihan dan kekurangan dari parpol tersebut yang sangat berpengaruh bagi desa dan warga desa brebeg, khususnya dari dana anggran yang di gelontorkanya. Jelas desa brebeg sangat sangat membutuhkan dana besar untuk membangun infrastruktur desa, apalagi jalan utama yang kian hari makin rusak. Desa brebeg dulunya IDT (Impres Desa Tertinggal), jelas tertulis di situ desa tertinggal yang sudah di nyatakan melalui intruksi Presiden (Inpres).
IDT merupakan program pemerintah dalam usaha meningkatkan penanggulangan kemiskinan yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 5 tanggal 27 Desember 1992 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan yang selanjutnya disebut program Inpres Desa Tertinggal. IDT merupakan program tambahan di samping program pembangunan yang telah ada dan disebar pada puluhan ribu desa di 199 wilayah kecamatan yang tergolong miskin di Indonesia. IDT direalisasikan mulai 1 April 1994. Munculnya IDT diawali dengan dipublikasikannya peta kemiskinan yang disusun oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bapenas Ginandjar Kartasasmita bersama dengan pembantu dekatnya, Prof. Mubyarto dan Prof Soegijanto Soegijoko. Peta itu memuat data tentang jumlah penduduk miskin dalam kantong-kantong kemiskinan, yang mencapai 34% (1.236 kecamatan) dari 3.625 kecamatan di seluruh Indonesia.Pedoman pelaksanaan program IDT tertuang dalam buku Panduan Program IDT. Dana Program IDT diberikan kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terdiri dan 30 kepala keluarga yang dapat tumbuh dari kelompok tradisional yang telah ada, seperti arisan dan akseptor KB. Pembentukan KSM disesuaikan dengan kriteria yang disepakati penduduk setempat dan dibahas dalam musyawarah LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa).
Pada era tersebut jelas bahwa brebeg masuk dalam salah satu IDT. Yang sangat miris tertuang dan di ekpos di berbagai media cetak dan elektronika bahwa brebeg adalah desa tertinggal. Sampai dengan masuk jurnal Asia (Asian Economic Journal) yang telah di akui Asia bahwa daerah yang tergolong ekonomi miskin. Itu merupakan salah satu tindakan yang sangat cerdas para pejabat era itu, dah hasilnyapun luar biasa.
Terkait dengan IDT, kontibusi partai di brebeg saat itu masih sangat kecil sekali. Hal tersebut mungkin di sebabkan oleh anggaran pemerintah (APBN-APBN) yang masih sanggup atau mungkin karena oknum parpol yang masih sangat rentan. Salah satu sesepuh desa brebeg Nilam DA memaparkan, 'pada era tersebut belum ada parpol yang langsung turun ke jalan, semua masih di kelola oleh birokrasi pmerintah daerah dengan pemerintah desa", hal tersebut membuktikan bahwa peran serta parpol saat itu belum terlihat. Sangat berbeda dengan era sekarang. Peran serta parpol sangat berpengaruh terhadap kemajuan desa. Setiap lini kegiatan atau bangunan rata rata sudah terjangkau oleh parpol. Kebiasaan kucuran dana dari parpol mengakibatkan brebeg berkembang pesat di bidang infrastruktur. Banguanan di sana sini mulai tumbuh dan di bangun. Makadam sudah tidak lagi aspal curah hujan, tanahnya becek jika terkena hujan. Turap jalan, jembatan antar dusun bahkan tempat tempat ibadah dan pendidikan menjadi target anggaran para paopol untuk berlomba lomba mengucurkan dana tersebut.
Kadang saya sendiri bingung, dari mana anggaran dana aspirasi itu di dapat, banyak dan tidak tanggung tanggung. Apakah dari pmerintah ataukan dari warga, saya sendiri jadi pusing....hehhehe.Tpi masa bodolah yang penting brebeg berkembang dan maju.
Kalo menurut saya kesimpulanya ada dua, pengaruh posotif dan pengaruh negatif terhadap warga desa brebeg khususnya. Pengaruh positifnya adalah warga tidak terlalalu di bebani swadaya untuk membangun lingkunganya, karena anggaran tersebut sudah di anggar dari parpol. Anggaran tersebut meliputi banyak faktor seperti; perbaikan dan pengerasan jalan, perbaikan tempat tampat ibadah, perbaikan sekolah sekolah, simpan pinjam, dll. Bahkan menjelang setiap ada Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, Pemilu Gubernur, Pemilu Bupati, Pemilihan kepala desa, warga sering di datangi para calon atau team suksesnya hanya tuk sekedar memberikan cuma cuma. Mulai dari kostum olah raga, bola kaki, bola voli, mesin pemotong rumput, seng, semen, mie instant, gula kopi, teh, baju dan kerikil bantuan untuk musholah. Belum lagi sogokan uang kepada rakyat pemilih. Masyarakat menjadi senang dengan ada pemilu tersebut.
- Instruksi Presiden No. 5 tanggal 27 Desember 1992
Ada kelebihan dan kekurangan dari parpol tersebut yang sangat berpengaruh bagi desa dan warga desa brebeg, khususnya dari dana anggran yang di gelontorkanya. Jelas desa brebeg sangat sangat membutuhkan dana besar untuk membangun infrastruktur desa, apalagi jalan utama yang kian hari makin rusak. Desa brebeg dulunya IDT (Impres Desa Tertinggal), jelas tertulis di situ desa tertinggal yang sudah di nyatakan melalui intruksi Presiden (Inpres).
IDT merupakan program pemerintah dalam usaha meningkatkan penanggulangan kemiskinan yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 5 tanggal 27 Desember 1992 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan yang selanjutnya disebut program Inpres Desa Tertinggal. IDT merupakan program tambahan di samping program pembangunan yang telah ada dan disebar pada puluhan ribu desa di 199 wilayah kecamatan yang tergolong miskin di Indonesia. IDT direalisasikan mulai 1 April 1994. Munculnya IDT diawali dengan dipublikasikannya peta kemiskinan yang disusun oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bapenas Ginandjar Kartasasmita bersama dengan pembantu dekatnya, Prof. Mubyarto dan Prof Soegijanto Soegijoko. Peta itu memuat data tentang jumlah penduduk miskin dalam kantong-kantong kemiskinan, yang mencapai 34% (1.236 kecamatan) dari 3.625 kecamatan di seluruh Indonesia.Pedoman pelaksanaan program IDT tertuang dalam buku Panduan Program IDT. Dana Program IDT diberikan kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terdiri dan 30 kepala keluarga yang dapat tumbuh dari kelompok tradisional yang telah ada, seperti arisan dan akseptor KB. Pembentukan KSM disesuaikan dengan kriteria yang disepakati penduduk setempat dan dibahas dalam musyawarah LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa).
Pada era tersebut jelas bahwa brebeg masuk dalam salah satu IDT. Yang sangat miris tertuang dan di ekpos di berbagai media cetak dan elektronika bahwa brebeg adalah desa tertinggal. Sampai dengan masuk jurnal Asia (Asian Economic Journal) yang telah di akui Asia bahwa daerah yang tergolong ekonomi miskin. Itu merupakan salah satu tindakan yang sangat cerdas para pejabat era itu, dah hasilnyapun luar biasa.
Terkait dengan IDT, kontibusi partai di brebeg saat itu masih sangat kecil sekali. Hal tersebut mungkin di sebabkan oleh anggaran pemerintah (APBN-APBN) yang masih sanggup atau mungkin karena oknum parpol yang masih sangat rentan. Salah satu sesepuh desa brebeg Nilam DA memaparkan, 'pada era tersebut belum ada parpol yang langsung turun ke jalan, semua masih di kelola oleh birokrasi pmerintah daerah dengan pemerintah desa", hal tersebut membuktikan bahwa peran serta parpol saat itu belum terlihat. Sangat berbeda dengan era sekarang. Peran serta parpol sangat berpengaruh terhadap kemajuan desa. Setiap lini kegiatan atau bangunan rata rata sudah terjangkau oleh parpol. Kebiasaan kucuran dana dari parpol mengakibatkan brebeg berkembang pesat di bidang infrastruktur. Banguanan di sana sini mulai tumbuh dan di bangun. Makadam sudah tidak lagi aspal curah hujan, tanahnya becek jika terkena hujan. Turap jalan, jembatan antar dusun bahkan tempat tempat ibadah dan pendidikan menjadi target anggaran para paopol untuk berlomba lomba mengucurkan dana tersebut.
Kadang saya sendiri bingung, dari mana anggaran dana aspirasi itu di dapat, banyak dan tidak tanggung tanggung. Apakah dari pmerintah ataukan dari warga, saya sendiri jadi pusing....hehhehe.Tpi masa bodolah yang penting brebeg berkembang dan maju.
Kalo menurut saya kesimpulanya ada dua, pengaruh posotif dan pengaruh negatif terhadap warga desa brebeg khususnya. Pengaruh positifnya adalah warga tidak terlalalu di bebani swadaya untuk membangun lingkunganya, karena anggaran tersebut sudah di anggar dari parpol. Anggaran tersebut meliputi banyak faktor seperti; perbaikan dan pengerasan jalan, perbaikan tempat tampat ibadah, perbaikan sekolah sekolah, simpan pinjam, dll. Bahkan menjelang setiap ada Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, Pemilu Gubernur, Pemilu Bupati, Pemilihan kepala desa, warga sering di datangi para calon atau team suksesnya hanya tuk sekedar memberikan cuma cuma. Mulai dari kostum olah raga, bola kaki, bola voli, mesin pemotong rumput, seng, semen, mie instant, gula kopi, teh, baju dan kerikil bantuan untuk musholah. Belum lagi sogokan uang kepada rakyat pemilih. Masyarakat menjadi senang dengan ada pemilu tersebut.
Pengaruh negatifnya adalah Sifat gotong royong masyarakat desa dari hari
kehari semakin terkikis oleh ulah partai politik. Pembangunan
gorong-gorong di-APBD-kan, pembangunan musholah yang menjadi kewajiban
umat Islam untuk membangunnya sebagai bentuk ibadah diambil
alih parpol, diambil alih kandidat bupati dan digantungkan pada APBD.
Sampai acara kecil-kecilan di desa juga dibuatkan les bantuan diedarkaan
kepada Bupati, Ketua DPRD, petinggi-petinggi parpol. Rakyat dididik
menyusu pada APBD, menyusu kepada pejabat, menyusuh kepada petinggi
parpol. Pengaruh negatif yang lainya adalah menciptakan
ketergantungan rakyat. Selain itu rakyat dididik berbohong. Mengapa
dididik berbohong ? Rakyat yang hendak mendapatkan bantuan
sebanyak-banyaknya akan mendatangi petinggi parpol A, petingg parpol B
dengan menjanjikan dukungan, misalnya menjanjikan suara 75 %. Ketika
tiba pemungutan suara yang diraih hanya bisa dihitung dengan jari
tangan. Rakyat desa sudah paham bahwa kedermawanan
parpol hanya sebuah cara hendak meraup suara. Itu sebabnya rakyat pun
tidak mau kalah, dari pada kita hanya menerima janji surga telinga,
lebih baik kita kuras saja dulu duitnya hahahhahah uyeeeeeeeeee".
Hal yang kurang di fahami warga brebeg adalah uang yang dibagikan kepada rakyat adalah uang rakyat, nanti dicari pengembalian dari kongkalikong anggaran yang kesemuanya adalah uang rakyat juga.Itu mungkin tugas para dewan petinggi yang di atas yang mengatur anggaran untuk di alokasikan.
Referensi:
- http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1467-8381.00107/
- Wikipedia Indonesia
- Asian Economic Journal: Volume 14, Issue 2, pages 167–186, June 2000- Instruksi Presiden No. 5 tanggal 27 Desember 1992


